MANAJEMEN PENGOLAAN MADRASAH
Disusun Guna
Memenuhi Tugas Dalam Mata Kuliah Manajemen
Pendidikan Islam
Yang Diampu Oleh Dr.H.Hasbi Indra,M.A.
Oleh
: Edi Suwanto
A.
Pendahuluan
Madrasah, sebagaimana tertuang dalam UU No.22 tahun 1999 ( Bab IV pasal 7 Tentang
Otonomi Daerah, menegaskan tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kewenangan pemerintah pusat terdapat pada beberapa bidang, yaitu : pertahanan
keamanan, peradilan, moneter, fiscal, dan agama.[1]
dan pasal 17 (2) UU Sisdiknas, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional . Hal itu sejalan dengan tujuan
Pendidikan Nasional yang mempunyai fungsi yang sama dengan satuan pendidikan
lainnya terutama dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai
permasalahan dapat dipehcahkan dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu
pengetahuan dan teknologi.Selain manfaat bagi pesaingan global yang semakin
ketat. Agar mampu berperan dalam persainagn global.maka sebagai bangsa kita
perlu terus mengembangakan dan meningkatan kualitas sumberdaya manusianya. Oleh
karena itu, peningkatan kualitas sumberdaya manusia merupakan kenyataan yang
harus dilakukan secara terencana, terarah, insentif, efektif dan efisien dalam
proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani
era globalisasi tersebut.
Perbincangan tentang madrasah sesungguhnya sudah
banyak sekali dilakukan di berbagai tempat dan kesempatan berbeda-beda, tidak
terkecuali menyangkut aspek manajemennya. Pengamatan serta analisis tajam telah
banyak dihasilkan. Begitu pula pikiran-pikiran cerdas untuk membangun konsep
dan rancangan pengembangan madrasah sudah banyak dipublikasikan. Madrasah
diyakini menjadi lembaga pendidikan yang mampu mengantarkan peserta didik pada
ranah yang lebih komprehensif, meliputi aspek-aspek intelektual, moral,
spiritual dan ketrampilan secara padu. Madrasah diyakini mampu mengintegrasikan
kematangan religius dan keahlian ilmu modern kepada peserta didik sekaligus.
Itulah yang sesungguhnya menjadikan orang-orang yang memahami dunia madrasah
menjadi begitu gigih memperjuangkan eksistensi madrasah. Selain itu, para
peminat lembaga pendidikan madrasah juga didorong oleh nilai-nilai idealisme.
Semestinya madrasah mampu menampilkan diri sebagai representasi ajaran Islam
yang agung, indah dan sempurna. Akan tetapi, pada kenyataannya, madrasah masih sangat
jauh dari idealisme itu. Jauh panggang dari api.
Konsep-konsep idial Islam, seperti suasana
kebersamaan, kerja keras, disiplin, optimisme yang menjauhkan dari sifat putus
asa, mudah menyerah, selalu menjaga kebersihan baik lahir maupun batin, dan
seterusnya, ternyata belum terwujud dalam aktivitas madrasah.
Sebagian besar madrasah masih diliputi oleh suasana
dan semangat tradisional, seperti manajemen “seadanya”, kurang disiplin, bahkan
juga (maaf) tampak kurang bersih, menerima apa adanya dan seterusnya.
Akibatnya, madrasah tidak menghasilkan citra dan out-put sebagaimana yang
diharapkan sebagai refresentasi atau personifikasi ajaran Islam itu.
Barangkali, fenomena seperti itulah yang kemudian mendorong berbagai forum
madrasah tidak henti-hentinya memperbincangkan madrasah. Madrasah dengan sejuta
masalahnya tetap menarik untuk diperbincangkan.
Adanya standardisasi di berbagai aspek tersebut,
menuntut adanya perbaikan-perbaikan penyelenggaraan pendidikan di sekolah, agar
mampu menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan baru dunia pendidikan yang
semakin hari terus mengalami perbaikan dan perubahan. Penyelenggaraan
pendidikan di sekolah, wajib secara kreatif selalu menyesuaikan dengan
kebijakan-kebijakan baru, tuntutan-tuntutan baru, serta wacana-wacana baru yang
terus berkembang sebagai konsekuensi dari sebuah perkembangan.
Dalam konteks ini, eksentensi madrasah harus dilihat
dalam perspektif yang objektif sebagai bagian
dari system pendidikan nasional yang secara kualitas masih rendah dan
memerlukan pembinaan yang berkesinambungan untuk memposisikan dirinya seimbang
dengan kualitas sekolah-sekolah yang berada dibawah naungan Depdiknas.
Persoalan yang paling subyektif dalam kerangka melihat status madrasah ke depan
yang terkait otonomi daerah dan pendidikan adalah Sebagai berikut :
1. Kehadiran
madrasah secara historis dalam masyarakat.
Madrasah telah muncul dan
berkembang dalam masyarakat sebelum Indonesia merdeka, Kehadirannya merupakan
tuntutan terhadap kebutuhan masyarakat bagi layanan pendidikan yang mencangkup
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dan pendidikan keagamaan.
Keseimbangan antara dan dimensi tersebut (penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan pendidikan agama), sebenarnya masih relevan dengan tuntutan
masyarakat sekarang dan yang akan datang.[2]
2. Pengakuan
secara de facto dan jure
Secara de Facto eksitensi madrasah di tangan masyarakat telah mendapat
pengakuan, sehingga makna kehadiranya sangat dibutuhkan. Namun, secara de jure madrasah diakui sebagai bagian dari system pendidikan
nasioanal secara tegas mendapat pengakuaan setelah Undang-Undang Sistem
pendidikan Nasioanl(UUSPN) No.2 Tahun 1989 diratifikasi.
3. Persepsi
tentang proporsionalitas dan politik penyelenggaraan pendidikan
Persepsi tentang pendidikan berada
dalam satu atap dan Depdiknas dipandang sebagai lembaga paling otoritatif
terhadap penyelenggara pendidikan, dianggapi secara negative oleh sebagian kaum
muslim, dengan anggapan bahwa integrasi madrasah (pendidikan agama) dalam satu
wadah akan mereduksi penyenggaraan pendidikan agama.[3]
B.
Pengertian Manajemen Pengolaan Madrasah
Dari segi bahasa
manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari
kata management yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan.
Sementara dalam kamus iggris Indonesia karangan management berasal dari akar
kata to manage yang berarti mengurus,
mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan. [4]
Ramayulis
(2008:362) menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen
adalah al-tadbir (pengaturan). Kata
ini merupakan derivasi dari kata dabbara mengatur) yang banyak terdapat dalam Al-Quran
seperti firman Allah SWT :
ãÎn/yã
tøBF{$#
ÆÏB
Ïä!$yJ¡¡9$#
n<Î)
ÇÚöF{$#
¢OèO
ßlã÷èt
Ïmøs9Î)
Îû
5Qöqt
tb%x.
ÿ¼çnâ#yø)ÏB
y#ø9r&
7puZy
$£JÏiB
tbrãès?
ÇÎÈ
Artinya : Dia mengatur urusan dari
langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang
kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.
Istilah
manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah.
Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan
administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari
administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi (
administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa
manajemen identik dengan administrasi.
Dalam makalah
ini, istilah manajemen diartikan sama dengan istilah administrasi atau
pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber,
baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang
tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Berdasarkan fungsi
pokoknya, istilah manajemen dan administrasi/pengolaan mempunyai fungsi yang
sama, yaitu:
1. merencanakan
(planning),
2. mengorganisasikan
(organizing),
3. mengarahkan
(directing),
4. mengkoordinasikan
(coordinating),
5. mengawasi
(controlling), dan
6. mengevaluasi
(evaluation).
Menurut Gaffar (1989) mengemukakan bahwa manjemen
pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik,
sitemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Madrasah dan pengelolaannya berasal dari masyarakat,
oleh masyarakat dan untuk masyarakat, sebagai cerminan kemandirian madrasah.
Kemandirian tersebut sejalan dengan perubahan paradigma pendidikan yang
diharapkan menciptakan kemandirian dalam pengelolaannya. Sebagai bagian itegral
dari usaha pencapaian tujuan pendidikan nasional, pengelolaan madrasah
setidaknya diarahkan pada tiga kepentingan pokok yang harus diakomodasi yaitu;
1. Memberikan
ruang aspirasi bagi umat Islam secara umum dalam bidang pendidikan,
2. Memperkukuh
keberadaan madrasah ditengah masyarakat, dan
3. Mengarahkan
madrasah agar merespon perubahan zaman[5]
Ketiga
kepentingan dimaksudkan untuk mempertegas komitmen madrasah dalam
keterlibatannya mempersipakan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pembangunan.
Pengelolaan
madrasah menonjolkan ciri khas sebagai lembaga pendidikan yang berorientasi
pada kepentingan keagamaan dan kepentingan kewarganegaraan dengan tetap mengacu
kepada UUSPN No. 20 tahun 2003. Madrasah diarahkan untuk menjadi wadah
pembinaan ruh atau praktik hidup berdasarkan nilai-nilai Islam. Selain itu
Masyhuri dkk (2005) menegaskan bahwa madrasah melakukan pembinaan kepada
peserta didik menjadi cerdas, berpengetahuan, berkepribadian, serta produktif.
Hal tersebut berarti madrasah menjadi wadah untuk membina peserta didik yang
memiliki keunggulan dan daya saing yang tinggi untuk menyonsong masa depan yang
lebih baik.
Mengingat
prospek tersebut di atas, madrasah harus melakukan pembenahan dalam
pengelolaanya baik yang berkaitan dengan manajemen madrasah, sumber daya
pengeloa pendidikan, pendanaan, evaluasi, proses dan sebagainya. Pembenahan
madrasah dapat mencakup beberapa ruang lingkup diantaranya adalah pada aspek
manajemen sekolah termasuk pembinaan dan pengembangan sumber daya guru dan
ketenagaan, kegiatan pembelajaran, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sekolah, membangun tiem work dan menciptakan kepemimpinan yang yang demokratis
dan profesional.
Kata "madrasah"
dalam bahasa Arab adalah bentuk kata "keterangan tempat" (zharaf
makan) dari akar kata "darasa". Secara harfiah "madrasah"
diartikan sebagai "tempat belajar para pelajar", atau "tempat
untuk memberikan pelajaran". Dari akar kata "darasa" juga
bisa diturunkan kata "midras" yang mempunyai arti "buku
yang dipelajari" atau "tempat belajar"; kata "al-midras"
juga diartikan sebagai "rumah untuk mempelajari kitab Taurat’.
Kata
"madrasah" juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari
akar kata yang sama yaitu "darasa", yang berarti "membaca
dan belajar" atau "tempat duduk untuk belajar". Dari kedua bahasa
tersebut, kata "madrasah" mempunyai arti yang sama: "tempat
mempelajari atau tempat belajar".
Dan di
Indonesia merupakan sekolah yang lebih khususs mempelajari agama islam atau
dalam Shorther Encyclopedia of Islam diartikan : “Name of an Institution
Where the Islamic science are studied”(Gibb,1961:300). Nama dari suatu
lembaga dimana ilmu-ilmu keislaman diajarkanJika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata "madrasah" memiliki arti "sekolah" kendati pada mulanya kata "sekolah" itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola. .
Where the Islamic science are studied”(Gibb,1961:300). Nama dari suatu
lembaga dimana ilmu-ilmu keislaman diajarkanJika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata "madrasah" memiliki arti "sekolah" kendati pada mulanya kata "sekolah" itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola. .
Sedangkan
di dunia Arab istilah madrasah berlaku untuk semua sekolah secara umum. Istilah
madrasah dapat kita temukan dari akar kata kerjanya[6]
Dalam Al Qur-an Surat Al Imran ayat
79 Allah berfirman :
$tB tb%x. @t±u;Ï9 br& çmuÏ?÷sã ª!$# |=»tGÅ3ø9$# zNõ3ßsø9$#ur no§qç7Y9$#ur §NèO tAqà)t Ĩ$¨Z=Ï9 (#qçRqä. #Y$t6Ïã Ík< `ÏB Èbrß «!$# `Å3»s9ur (#qçRqä. z`¿ÍhÏY»/u $yJÎ/ óOçFZä. tbqßJÏk=yèè? |=»tGÅ3ø9$# $yJÎ/ur óOçFZä. tbqßâôs? ÇÐÒÈ
Artinya : Tidak
wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan
kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi
penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia berkata):
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu
mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.
Rabbani ialah orang yang sempurna ilmu dan
takwanya kepada Allah s.w.t.
Ditinjau
dari dinamikan dan perkembangan , madraah di Indonesia
mengalamai 3 fase perjalanan .[7]
mengalamai 3 fase perjalanan .[7]
Fase
pertama sekitar tahun 1945-1974 lebih menekankan pendidikan
agama, dengan tambahan sedikit materi umum. Fase kedua yaitu fase
diberlakukannya SKB 3 tiga menteri tahun 1975 yang berlangsung sampai
tahun 1990 yang berisi antara lain;
agama, dengan tambahan sedikit materi umum. Fase kedua yaitu fase
diberlakukannya SKB 3 tiga menteri tahun 1975 yang berlangsung sampai
tahun 1990 yang berisi antara lain;
a. Pengakuan ijazah madrasah
disetarakan dengan ijazah umum
b. Lulusan madrasah dapat melanjutkan
pada sekolah umum
c. Siswa madrasah dapat pindah ke
sekolah umu yang setingkat
Dengan diberlakukannya SKB berarti ;
Dengan diberlakukannya SKB berarti ;
a. Eksistensi madrasah menjadi semakin
kuat
b. Pengetahuan umum di madrasah lebih
meningkat
c. Fasilitas fisik dan peralatan lebih
disempurnakan
d. Adanya civil effek terhadap ijazah
madrasah
Fase
ketiga adalah fase setelah diberlakukannya UU sisdiknas dan
beberapa peraturan pemerintah, yang menjelaskan bahwa madrasah adalah
sekolah yang berciri khas agama islam.
beberapa peraturan pemerintah, yang menjelaskan bahwa madrasah adalah
sekolah yang berciri khas agama islam.
Adapun
lembaga keislaman pada masa klasik meliputi ; masjid, kuttab,
madrasah, zawiyyah dan maristan. Masjid selain berfungsi sebagai
tempat beribadah juga merupakan tempat belajar, bermusyawarah untuk
menyusun strategi perang, pemberdayaan ekonomi dsb. Fungsi kuttab
lebih specific pada pengajaran baca tulis, sebagiamana tebusan
tawanan badar dengan mengajarkan baca tulis pada kaum muslimin,
madrasah merupakan pendidikan yang bersifat formal yang melibatkan
peran negara, gaji guru, fasilitas sarana prasana dsb. zawiyah
merupakan bagian dari masjid yang dijadikan asrama bagi para sufi
sekaligus merupakan tempat mendalami ilmu agama, maristan dikenal
sebagai model pendidikan yang lebih mengkhusukan pada pengajaran ilmu
kedokteran)[8].
madrasah, zawiyyah dan maristan. Masjid selain berfungsi sebagai
tempat beribadah juga merupakan tempat belajar, bermusyawarah untuk
menyusun strategi perang, pemberdayaan ekonomi dsb. Fungsi kuttab
lebih specific pada pengajaran baca tulis, sebagiamana tebusan
tawanan badar dengan mengajarkan baca tulis pada kaum muslimin,
madrasah merupakan pendidikan yang bersifat formal yang melibatkan
peran negara, gaji guru, fasilitas sarana prasana dsb. zawiyah
merupakan bagian dari masjid yang dijadikan asrama bagi para sufi
sekaligus merupakan tempat mendalami ilmu agama, maristan dikenal
sebagai model pendidikan yang lebih mengkhusukan pada pengajaran ilmu
kedokteran)[8].
Sungguhpun
secara teknis, yakni dalam proses belajar-mengajarnya secara formal, madrasah
tidak berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia madrasah tidak
lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik
lagi, yakni "sekolah agama", tempat di mana anak-anak didik
memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan (dalam
hal ini agama Islam).
Dalam
prakteknya memang ada madrasah yang di samping mengajarkan ilmu-ilmu
keagamaan (al-'ulum al-diniyyah), juga mengajarkan ilmu-ilmu yang
diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selain itu ada madrasah yang hanya
mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut madrasah
diniyyah. Kenyataan bahwa kata "madrasah" berasal dari
bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menyebabkan
masyarakat lebih memahami "madrasah" sebagai lembaga
pendidikan Islam, yakni "tempat untuk belajar agama" atau
"tempat untuk memberikan pelajaran agama dan keagamaan". [9]
Para ahli
sejarah pendidikan seperti A.L.Tibawi dan Mehdi Nakosteen, mengatakan bahwa madrasah
(bahasa Arab) merujuk pada lembaga pendidikan tinggi yang luas di dunia
Islam (klasik) pra-modern. Artinya, secara istilah madrasah di
masa klasik Islam tidak sama terminologinya dengan madrasah dalam
pengertian bahasa Indonesia. Para peneliti sejarah pendidikan Islam menulis
kata tersebut secara bervariasi misalnya, schule Nakosteen menerjemahkan
madrasah dengan kata university (universitas). la juga menjelaskan bahwa
madrasah-madrasah di masa klasik Islam itu didirikan oleh para
penguasa Islam ketika itu untuk membebaskan masjid dari beban-beban pendidikan
sekuler-sektarian.
Sebab sebelum ada madrasah, masjid
ketika itu memang telah digunakan sebagai lembaga pendidikan umum. Tujuan
pendidikan menghendaki adanya aktivitas sehingga menimbulkan hiruk-pikuk,
sementara beribadat di dalam masjid menghendaki ketenangan dan kekhusukan
beribadah. Itulah sebabnya, kata Nakosteen, pertentangan antara tujuan
pendidikan dan tujuan agama di dalam masjid hampir-hampir tidak dapat diperoleh
titik temu. Maka dicarilah lembaga pendidikan alternatif untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dan pendidikan umum, dengan tetap berpijak pada motif
keagamaan. Lembaga itu ialah madrasah.
George
Makdisi berpendapat bahwa terjemahan kata "madrasah" dapat
disimpulkan dengan tiga perbedaan mendasar yaitu: Pertama, kata
universitas, dalam pengertiannya yang paling awal, merujuk pada komunitas atau
sekelompok sarjana dan mahasiswa, Kedua; merujuk pada sebuah bangunan
tempat kegiatan pendidikan setelah pendidikan dasar (pendidikan tinggi)
berlangsung. Ketiga; izin mengajar (ijazah al-tadris, licentia
docendi) pada madrasah diberikan oleh syaikh secara personal
tanpa kaitan apa-apa dengan pemerintahan.
Erat kaitannya
dengan penggunaan istilah '''madrasah" yang menunjuk pada lembaga
pendidikan, dalam perkembangannya kemudian istilah "madrasah" juga
mempunyai beberapa pengertian di antaranya: aliran, mazhab, kelompok atau
golongan filosof dan ahli fikir atau penyelidik tertentu pada metode dan
pemikiranyang sama.10 Munculnya pengertian ini seiring dengan perkembangan madrasah
sebagai lembaga pendidikan yang di antaranya menjadi lembaga yang menganut
dan mengembangkan pandangan atau aliran dan mazdhab pemikiran (school of
thought) tertentu.
Pandangan-pandangan
atau aliran-aliran itu sendiri timbul sebagai akibat perkembangan ajaran agama
Islam dan ilmu pengetahuan ke berbagai bidang yang saling mengambil pengaruh di
kalangan umat Islam, sehingga mereka dan berusaha untuk mengembangkan aliran atau
mazhabnya masing-masing, khususnya pada periode Islam klasik. Maka,
terbentuklah madrasah-madrasah dalam pengertian kelompok pemikiran,
mazhab, atau aliran tersebut. Itulah sebabnya mengapa sebagian besar madrasah
yang didirikan pada masa klasik itu dihubungkan dengan nama-nama mazhab
yang terkenal, misalnya madrasah Safi'iyah, Hanafiyah, Malikiyah dan
Hambaliyah. Hal ini juga berlaku bagi madrasah-madrasah di
Indonesia, yang kebanyakan menggunakan nama orang yang mendirikannya atau
lembaga yang mendirikannya.
C.
Unsur – Unsur Pokok Pengolaan
Madrasyah
Unsur – unsur
pokok pengelolaan sekolah, pada hakekatnya tidak ada pedoman yang bersifat
tunggal. Artinya, sesuai dengan konsep MBS (Managemen Berbasis Sekolah),
unsur-unsur pokok dalam pengelolaan sekolah bisa bervariasi dan berbeda antara
sekolah yang satu dengan sekolah yang lain. Unsur- unsur pengelolaan sekolah
sangat tergantung dari kebijakan yang diterapkan pada sekolah yang
bersangkutan. Namun secara garis besar, ada beberapa unsure utama dalam penyelenggaraan
pendidikan yakni :
a) Unsur
Pengelolaan Pembelajaran.
Unsur ini mengelola dan me”manage”
jalannya pembelajaran berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan.
b) Unsur
pengolaan sarana Prasarana.
Unsur ini mengelola dan me “manage”
ketersediaan dan kesiapan sarana prasarana yang diperlukan dalam
penyelenggaraan pendidikan.
c) Unsur
Pengolaan Admministrasi
Unsur ini mengelola dan me “manage”
segala urusan keadministrasian yang diperlukan untuk kelancaran jalannya
penyelenggaraan pendidikan.
d) Unsur
Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)
Pengolaan Sumber Daya Manusia
(SDM), unsur ini mengelolah dan me”manage”segala urusan yang berhubungan dengan
sumber daya manusia yang ada dalam penyelenggaraan pendidikan.
e) Unsur
Pengolaan Kegiatan Kesiswaan
Unsur ini mengelola dan
me”Manage”segala urusan yang berhubungan dengan kegiatan kesiswaan.
f) Unsur
Pengelolaan Keuangan dan Sumber Dana Pendidikan
Unsur ini mengelola dan me”manage”segala
urusan yang berhubungan dengan kebutuhan anggaran penyelenggara pendidikan.
g) Unsur
Pengelolaan Pembinaan Hubungan dengan masyakat.
Unsur ini mengelola dan
me”manage”segala urusan yang berhubungan dengan Pembina hubungan antara sekolah
dengan masyarakat.
D. Pendidikan Sebagai Suatu Sistem
Untuk
memudahkan pemahaman mengenai pengembangan kurikulum di madrasah, ada baiknya
kita memandang proses pendidikan sebagai suatu sistem. Inilah yang sering
disebut sebagai 'pendekatan sistem dalam pendidikan’.
Di Indonesia, pendekatan sistem dalam pendidikan ini telah
dilakukan sejak tahun 1975 ketika diperkenalkan Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Inti dari pendekatan ini adalah pengakuan bahwa,
dalam suatu sistem, tujuan sistem merupakan faktor pertama dan utama yang akan
menentukan komponen-komponen sistem lainnya.
Jika diterapkan dalam sistem pendidikan,
ini berarti bahwa tujuan pendidikan yang akan dicapai itulah yang akan
menentukan bagaimana pencapaian tujuan itu akan dievaluasi, kegiatan apa yang
perlu diberikan kepada anak didik agar dia dapat mencapai tujuan pendidikan
tersebut, bahan apa yang perlu diberikan dan kapan, alat atau sarana apa yang
diperlukan, siapa yang akan mendidiknya, dsb.
Dalam
pendekatan sistem dikenal istilah supra-sistem, sistem, dan sub-sistem.
Supra sistem adalah sistem yang lebih besar yang melingkupi sistem tersebut;
sedangkan sub-sistem adalah sistem yang lebih kecil yang berada di dalam sistem
yang bersangkutan.
Sebagai
contoh, madrasah merupakan suatu sistem yang berada di bawah supra-sistem
pendidikan nasional juga menjadi sub system masyarakat. Dalam hal ini,
madrasah juga memiliki sub-sistem yakni kelas-kelas atau bidang-bidang kegiatan
lainnya.
Hal penting yang harus diperhatikan adalah adanya kaidah bahwa
suatu sistem itu akan tetap eksis selama ia memuaskan supra-sistemnya.
Dalam kasus madrasah, ini berarti bahwa suatu madrasah itu akan tetap eksis
selama ia dapat memuaskan harapan masyarakat (supra-sistem) nya. Apabila
masyarakat sebagai supra-sistem sudah mulai merasa bahwa suatu madrasah sudah
tidak lagi dapat memuaskan harapan mereka, maka madrasah tersebut akan
ditinggalkan oleh masyarakat dan akan mati dengan sendirinya.
E. Konsep
Manajemen Berbasis Madrasah
Merupakan pengembangan dari konsep school
based management yang bertujuan untuk mendesain ulang pengelolaan
madrasah dengan memberikan keleluasaan otonomi kepada kepala madrasah dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja madrasah yang
mencakup guru, siswa, komite madrasah, orang tua siswa, dan masyarakat.
Manajemen
Berbasis Madrasah (MBM) mengubah sistem pengambilan keputusan dengan
memindahkan otoritas pengambilan keputusan dan manajemen dari tingkat nasional
pada pihak-pihak terkait dengan madrasah di tingkat lokal (local
stakeholder) berdasarkan kebijakan nasional.
MBM
memberikan keuntungan secara langsung kepada stakeholders, pemanfaatan
sumber daya, efektif dalam pembinaan siswa, moral guru dan iklim madrasah
serta ada perhatian bersama untuk Pengambilan keputusan, pemberdayaan guru,
manajemen madrasah, Perencanaan ulang madrasah dan perubahan Perencanaan.
Madrasah
dalam konteks pembangunan bidang pendidikan, menduduki posisie choisw jika
dibandingkan dengan sekolah lain. Kecenderungan tersebut menjadi
tantangan tersendiri bagi pengelola lembaga pendidikan madrasah. Disadari betul
bahwa posisi tersebut disebabkan karena ada kesan madrasah tidak memiliki
kemmapuan untuk mengembangkan pendidikan, sehingga kualitas out put yang
dihasilkan berada dibawah sekolah umum.
Di
lingkungan madrasah sudah perlu dilakukan pembinaan yang
berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan mutu yang
berkelanjutan (continuous quality inprovement) karena pembenahan yang dilakukan
selama ini terkesan parsial dan tidak berkesinambungan (Mulyasa, 2003).
Madrasah
sudah harus mampu mengimplementasikan school based manajemen melalui Manajemen
Berbasis Madrasah agar dapat menjadi lembaga pendidikan yang memiliki
kewenangan dan tanggung jawab secara luas dan mandiri.
Manajemen
berbasis sekolah (School Based Manajemen) dimana pengelolaan sekolah memiliki
ciri diataranya adalah :
1. Pemberian
otonomi luas kepada sekolah,
2. Tingginya
partisipasi masyarakat dan orang tua,
3. Kepemimpinan
yang demokratis dan profesional, dan
4. Team
work yang kompak dan transparant (Mulyasa, 2002).
Pandangan
senada dikemukakan oleh Abu Dahoe (2002) bahwa ciri pokok MBS adalah pemberian
otonomi yang luas kepada sekolah dan pelibatan masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pengelolaan sekolah.
Implementasi
MBM di lingkup madrasah dalam pengelolaannya menyangkut beberapa aspek yaitu;
a. Iklim
madrasah yang kondusif,
b. Otonomi
madrasah,
c. Penyiapan
tenaga pendidik dan kependidikan yang profesional,
d. Menciptrakan
kepemimpinan madrasah yang demokratis, dan
Revitalisasi
partisipasi masyarakat dan orang tua. (Mulyasa, 2003).
Dengan melakukan pembenahan pada aspek tersebut secara utuh, madrasah diharapkan dapat meningkatkan mutu pengelolaan madrasah. Peningkatan mutu pengelolaan akan berimbas pada peningkatan mutu pengelolaan, ketersediaan sumber daya yang berkualitas, meningkatnya prestasi belajar siswa, yang pada akhirnya bermuara pada tingginya tingkat kepercayaan masyarakat kepada madrasah dengan harapan :
Dengan melakukan pembenahan pada aspek tersebut secara utuh, madrasah diharapkan dapat meningkatkan mutu pengelolaan madrasah. Peningkatan mutu pengelolaan akan berimbas pada peningkatan mutu pengelolaan, ketersediaan sumber daya yang berkualitas, meningkatnya prestasi belajar siswa, yang pada akhirnya bermuara pada tingginya tingkat kepercayaan masyarakat kepada madrasah dengan harapan :
1.
Memenuhi standart isi, madrasah yang
memnuhi standat isi mencakup ruang lingkup materi dan tingakat kompetensi,
meliputi kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, dan kalender
pendidikan/ akademik
2.
Menyelenggarakan Proses Pembelajaran Yang Tepat; hal ini bisa lakukan dengan cara
menyelenggaran pembelajaran secara ineteraktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang peserta didik untuk berpartsipasi aktif serta memberikan ruang yang
ckup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
sesuai dengan perkembangan fisik serta fisologis peserta didik.
3.
Memenuhi Standart Kompetensi Lulusan; penilaian
mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan
4.
Memenuhi standart pendidik dan tenaga kependidikan; pendidik
memiliki kualifikasi akademik serta kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rokhani
5.
Memiliki Sarana Dan Prasaran Yang Standart
6.
Menerapakan standart pengelolaan dengen MBM; kemandirian,kemitraan,
partisipasi, keterbukaan, akuntabilitas.
7.
Memenuhi Standart Pembiyaan; biaya
infestasi, biaya operasional dan
biaya yang baik
dan benar.
8.
Standart Penilaian Pendidikan
F. Penutup
Makalah ini telah mencoba
menjelaskan bagaimana cara mengelola pelaksanaan madrasah. Berangkat dari
pentingnya madrasah bagi kemajuan dan prestasi madrasah, kelompok empat
menyarankan agar pelaku pendidik
memandang pendidikan sebagai suatu sistem yang komponen-komponen di
dalamnya saling berkaitan dan disatukan oleh satu tujuan yang sama. Untuk
dapat melaksanakan pengelolaan madrasah di kelolah secara baik dalam rangka
peningkatan kualitas madrasah, kepala madrasah harus terlebih dahulu memastikan
bahwa visi dan misi yang akan dilaksanakan itu sudah baik dalam arti sesuai
dengan aspirasi masyarakat sasaran dan kecenderungan arah perubahan pengetahuan
dan ketrampilan yang dibutuhkan oleh masyarakat di masa depan.
G. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
dikemukakan beberapa kesimpulan sebagaiberikut:
1. Manajeman
Pengelolaan madrasah masih memiliki keterbatasan, khususnya dalam penampilan
fisik sekolah, ketersediaan sarana dan fasilitas pembelajaran, yang
mengakibatkan rendahnya minat masyarakat terhadap madrasah sehingga jumlah
siswa belum memadai, serta rendahnya kualitas output madrasah.
2. Langkah
strategis yang ditempuh pihak pengelolah madarsah dalam meningkatkan mutu dan
kualitas output madrasah terdiri dari pelaskanan
a. Program
peningkatan mutu manajemen yang berciri otonomi dan partisipatif.
b. Program
peningkatan kegiatan pembelajaran dengan meningkatkan kulaitas dan kompotensi
serta wawasan guru melalui supervisi, dan KKG, MGMP dan pelatiahan sejenisnya.
c. Program
peningkatan mutu sarana dan fasilitas pendukung pembelajaran dengan melibatkan
stakes holders pendidikan diantaranya adalah pemerintah dan masyarakat.
3. Pihak
madrasah dan pemerintah perlu berupaya melakukan sosialisasi kepada masyarakat
agar terlibat dalam pengelolaan madrasah.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Abu-Duhou,
Ibtisam. 2002. School Based Management
(Manajemen Berbasis Sekolah). Terjemahan oleh Noryamin dkk. Jakarta:
Logos
2. Bafadal,
Ibrahim. 2002, Peluang dan
Tantangan Manajemen Berbasis Sekolah.
3. Dirjen
Dikdasmen. 2001. Masyhuri, Siti Sakdiyah, dkk., 2005. Profil Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam Depag RI.
4. Mulyasa,
E., 2003. Manajemen Berbasis Sekolah.
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya., 2003.
5. Manajemen Berbasis Madrasah. Jakarta:
Dirjen Bimbaga Islam Depag RI.
6. Dr.
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, PT Bina Aksara, 1988, Jakarta,
hal.6
7. Drs.
Syafaruddin, M.Pd, Manajemen lembaga pendidikan Islam, Cetakan I,
Ciputat Press,Ciputat 2005, hal 41
[1]
Restu Agung, Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, (Jakarta :
tp., 1999)
[2]
Maksum,Madrasah sejarah dan perkembanganya, (Jakarta:Logos,1999)h.88
[3]
Darmuin, Prospek Pendidikan Islam di Indonesia ; Satu Telaah Terhadap Pesantren
dan Madrasah,
[4] Jonh M.Echols
dan hasan Shadily ( 1995 : 372)
[5] Dirjen
Dikdasmen. 2001. Masyhuri, Siti Sakdiyah, dkk., 2005. Profil Madrasah
Ibtidaiyah. Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam Depag RI.
[6]
(Prof.
Dr.H.Haidar Putra Daulay, MA.Sejarah pertumbuhan dan pembaharuan pendidikan
Islam di Indonesia,Kencana Predana Media Group, Jakarta, 2009 Hal.94)
[7] ( . Dr.H.Haidar
Putra Daulay, Dinamika)
pendidikan Islam di asia tenggara, rineka cipta, Jakarta, 2009 hal21)
pendidikan Islam di asia tenggara, rineka cipta, Jakarta, 2009 hal21)
[8] Ali
alJumbulati, Abdul Futuh at Tuwainis, Perbadingan pendidikan Islam
(tjm.Prof.HM.Arifin,M.Ed)Rineka Cipta,Jakarta 2002 hal.22
(tjm.Prof.HM.Arifin,M.Ed)Rineka Cipta,Jakarta 2002 hal.22
[9]
Manajemen Berbasis Madrasah. Jakarta:
Dirjen Bimbaga Islam Depag RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar